Menlu Indonesia Retno LP Marsudi Bertemu Dengan Menlu Baru Philipina Perfecto Rivas Yasay di Manila. |
Di Manila pada Jumat (1/7) Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi menemui Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Rivas Yasay untuk membahas pembebasan tujuh WNI yang disandera oleh kelompok militan, hanya berselang sehari setelah kabinet pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte dilantik. “Pertemuan dengan Menlu Yasay sangat penting artinya untuk melanjutkan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Filipina dalam upaya pembebasan sandera” ujar Retno seperti dilansir dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri.
Dalam pertemuan tersebut, Retno menekankan bahwa keselamatan ketujuh sandera WNI tersebut merupakan prioritas utama pemerintah. Menanggapi pernyataan tersebut, Yasay memastikan bahwa pemerintah Filipina akan melakukan koordinasi ketat dengan otoritas Indonesia.
Ketujuh anak buah kapal tugboat Charles 001 dan Robby 152 itu disandera pada 20 Juni lalu di Laut Sulu saat sedang menempuh perjalanan membawa batu bara dari Tagoloan Cagayan, Mindanao, menuju Samarinda. Ini bukan kali pertama WNI disandera oleh kelompok militan di Filipina selatan. Sebelumnya, 14 orang disandera oleh Abu Sayyaf dalam dua kesempatan berbeda, juga di sekitar perairan Laut Sulu.
Retno pun menyampaikan bahwa penyanderaan semacam ini tidak dapat ditolerir. Ia meminta agar pemerintah Filipina dapat menjamin keamanan di Laut Sulu. Menanggapi hal tersebut, Menlu Yasay menggarisbawahi komitmen kuat dari Pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte yang akan berupaya keras mengakhiri tindakan kriminal yang sering terjadi di Laut Sulu, tulis Kemlu.
Perairan Sulu merupakan jalur penting bagi lalu lintas perdagangan batu bara antara Indonesia dan Filipina. Indonesia merupakan pemasok hampir 96 persen kebutuhan batu bara di Filipina. Perdagangan antara kedua negara pun mencapai US$4,6 miliar dengan keuntungan sebesar US$3,19 miliar bagi pihak Indonesia.Namun karena rangkaian penyanderaan ini, pemerintah Indonesia menerapkan moratorium pelayaran di perairan Laut Sulu.
Kerja sama kedua negara juga perlu terus ditingkatkan untuk menghindari kemungkinan berulangnya penyanderaan di masa mendatang. Dalam kaitan ini, Menlu Retno menekankan kesiapan Indonesia untuk melakukan kerja sama, baik kerja sama pertahanan dan keamanan maupun kerja sama pembangunan.
Kedua menlu pun sepakat mendorong agar kerja sama konkret pengamanan di Laut Sulu dapat segera dilakukan mengingat sudah adanya Border Patrol Agreement 1975, hasil pertemuan trilateral di Yogyakarta pada 5 Mei lalu, serta pertemuan menteri pertahanan kedua negara di Manila 26 Juni.
Dalam pertemuan trilateral dengan Malaysia, ketiga menlu dan panglima angkatan bersenjata sepakat untuk mengadakan patroli bersama di perairan yang kerap menjadi medan penyanderaan tersebut. Menurut juru bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir, pembahasan standar operasi patroli bersama itu kini sudah mencapai tahap final. Selain masalah sandera dan keamanan di laut sulu, kedua menlu juga membahas beberapa isu bilateral lainnya, seperti percepatan penyelesaian batas landas kontinen.
Indonesia mengusulkan kiranya Joint Permanent Working Group on the Maritime and Ocean Concerns dapat segera melakukan pertemuan inter-sessional. Indonesia mengharapkan kiranya proses ratifikasi Agreement on the Maritime Boundary Delimitation of the Exclusive Economic Zone juga dapat dipercepat penyelesaiannya.
No comments:
Post a Comment