Mengulik kisah kehidupan Sang Proklamator memang tak ada habisnya. Bung Karno, Presiden terhebat Indonesia ini selalu memiliki sesuatu yang mampu menggugah semangat kita. Membangkitkan rasa nasionalisme di tengah kengerian Indonesia zaman sekarang.
Hidup Bung Karno sebagai pejuang dan pemimpin Indonesia tak mudah. Kesengsaraan sering menimpanya hampir setiap hari. Ia berjuang mati-matian dengan mengorbankan nyawanya. Mengorbankan harta benda dan segala hal yang mampu membuat Indonesia menjadi negara yang berdaulat.
Bung Karno pernah dipenjara selama beberapa tahun, ia pun juga pernah diasingkan karena dianggap berbahaya. Namun, apa pun yang terjadi, ia tetap berjuang mati-matian meski kadang bersembunyi-sembunyi di dalam penjara. Jeruji besi bukanlah halangan untuk terus berjuang. Diasingkan juga bukanlah akhir dari perjuangan.
Berikut kisah mengharukan Bung Karno ketika berada di pengasingan. Mari kita simak dan teladani bersama-sama!
Kesengsaraan Bung Karno Sebelum Jadi Manusia Terasing
Seperti yang sudah di sebutkan di atas, Bung Karno selalu hidup dengan kesengsaraan. Segalanya selalu nampak sulit meski ia tak pernah menyerah, dan tak ada pikiran untuk hal memalukan itu. Semasa muda Bung Karno selalu aktif dalam organisasi partai. Ia ingin menyalurkan pandangan-pandangannya terhadap bangsa ini, negeri yang telah menjadi budak selama ratusan tahun.
|
Penjara Banceuy |
Apa yang dilakukan oleh Soekarno di organisasi, dalam hal ini PNI, dianggap berbahaya. Aktivitasnya selalu dicurigai oleh pemerintah Belanda kala itu. Hingga pada tanggal 29 Desember 1929, ia diciduk oleh Belanda bersama tiga rekannya yang bernama Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja.
Setelah diciduk, Bung Karno dijebloskan ke penjara Banceuy. Di dalam penjara yang dibangun Belanda pada tahun 1877 ini, Bung Karno hidup di dalam sel selama 8 bulan. Setelah itu dia diadili oleh pemerintah Belanda dan terbukti dianggap bersalah melakukan tindakan meresahkan.
|
Penjara sukamiskin |
Setelah resmi bersalah, Bung Karno dipindahkan di penjara Sukamiskin yang terletak di Bandung. Penjara ini dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1817 di lahan 2 hektar dan berisi sekitar 552 sel tahanan. Di penjara ini, Bung Karno menempati ruang TA 01 yang terletak di lantai dua. Di penjara yang super besar ini, Bung Karno bertahan dan terus berjuang hingga dibebaskan pada 31 Desember 1931.
Flores Menyambut Bung Karno Dengan Sebuah Senyuman
Setelah keluar dari penjara Sukamiskin, semangat berjuang Bun Karno, si Singa Podium kembali terbakar. Ia dan banyak temannya yang sabar menunggu mulai bergerak lagi. Menyusun strategi untuk membuat Indonesia merdeka. Membuat negeri budak ini menjadi negeri merdeka yang penuh ketentraman dan kerukunan. Bung Karno sudah tidak tahan melihat penindasan, dan darah segar pejuang menetes lagi di ibu pertiwi.
|
Rumah pengasingan Ende |
Namun sayang sungguh sayang, apa yang dilakukan oleh Bung Karno lagi-lagi membuat Belanda geram. Akhir ia kembali diciduk, kembali dianggap bersalah dan kali ini dibuang. Dilempar jauh-jauh dari Pulau Jawa. Bung Karno dinaikkan kapal laut selama 8 hari penuh hingga akhirnya tiba di Ende, Flores pada 14 Januari 1934.
Selama di Ende, Bung Karno dan Istri tercintanya, Inggit, menempati rumah milik Abdullah Ambuwaru. Di rumah sederhana ini, Bung Karno mengalami suka duka selama empat tahun penuh. Ia bahkan sempat merasa kalah, merasa menyerah dengan keadaannya. Meski berfigur pemimpin, beliau masihlah manusia. Masihlah individu yang kadang memiliki sisi lemah di dalam hatinya.
Sebuah Kata Menyerah yang Nyaris Terucap dari Mulut Bung Karno
Sebagai seorang interniran atau manusia buangan, Bung Karno sedikit sekali memiliki akses untuk berkorespondensi. Hal inilah yang kadang membuat ia jadi drop, merasa sendirian, dan kalah telak dari Belanda. Apa yang ia lakukan selama ini seperti sesuatu yang tak berguna. Lenyap begitu saja hingga tak menyisakan apa-apa. Bung Karno hanya beberapa kali berkirim surat dengan T.A. Hassan di Bandung untuk membicarakan Islam.
|
Bung Karno dan Inggit |
Kesendirian dan kesepian dari calon pemimpin ini ternyata diketahui Inggit, istri yang rela dibawa ke pengasingan. Inggit tidak tahan melihat Bung Karno yang selalu nampak murung, nampak tak bertenaga dan sering melamun. Akhirnya Inggit berusaha membuat suami yang dipanggilnya “Ngkus” ini agar bisa terus bersemangat.
Inggit terus menanyainya, terus menekan Bung Karno untuk berbicara. Akhirnya apa yang dipikirkan Inggit memanglah jadi kenyataan. Suaminya nyaris menyerah. Berbekal kesabaran dan rasa cintanya pada Bung Karno, Inggit membuat suaminya berjanji malam itu. Berjanji agar tidak menyerah. Berjanji untuk terus berjuang sampai akhir meski sendirian saja.
|
Inggit, istri kedua Bung Karno |
Malam itu, Bung Karno yang hebat menangis. Ya, menangis sekeras-kerasnya karena merasa kalah. Merasa tak berguna hingga tak tahu harus melakukan apa. Sang Proklamator terus meminta maaf kepada Inggit karena tak mampu membahagiakannya, selalu membawanya ke tempat yang penuh penderitaan. Dan inilah balasan Inggit atas perkataan suaminya: “Cinta saya kepada Ngkus tak bisa diukur hanya dengan ikut Ngkus ke tanah buangan. Saya bahagia karena bisa berbakti dengan suami. Saya bahagia. Tapi Ngkus janji ya, Ngkus harus bangkit.”
Tirakat Bung Karno Untuk Memikirkan Bangsa Indonesia
Setelah mengalami masa sulit yang benar-benar membuat Bung Karno di titik nadir, Ia akhirnya bangkit. Perlahan-lahan Ia mulai memikirkan bangsa Indonesia lagi meski rasanya sangat sulit. Setiap hari, Bung Karno banyak menghabiskan diri di dalam kamar solat, atau kalau tidak ke kamar meditasi. Ia ingin menenangkan pikiran dan banyak-banyak mendekatkan diri kepada Tuhan yang mampu mengubah segala hal.
|
Rumah Ende Bung Karno |
Nyaris setiap hari Bung Karno berjalan ke pantai yang berjarak sekitar 1 km dari rumah. Ia kerap memandang lepas ke arah pantai sembari duduk di bawah pohon sukun. Dari tempat inilah Bung Karno mulai memikirkan ideologi bangsa ini. Dan tahukah anda, batang pohon sukun tempat Bung Karno merenung bercabang lima. Mirip dengan jumlah sila dari Pancasila.
Tirakat yang dilakukan Bung Karno di tempat ini usai saat ia dibuang lagi ke Bengkulu.
Bengkulu Beruntung Pernah Membesarkan Putra Bangsa
Setelah menjalani pengasingan di Ende, Flores, Bung Karno dikirim Belanda ke Bengkulu. Di daerah yang terbilang masih primitif dibanding daerah lain diharapkan akan mematahakan semangat dari Bung Karno. Namun nyatanya tidak, selama tinggal di tempat ini justru semangat juang dari Bung Karno meluap-luap tak bisa dibendung lagi.
|
Bung Karno dan warga Bengkulu |
Awalnya ia dianggap sebagai orang yang aneh oleh warga. Sikap berapi-api dalam menjalin korespondensi membuat Bung Karno dianggap sok kenal sok dekat. Banyak warga yang takut dan menganggap Bung Karno akan memberikan pengaruh buruk. Bung Karno sebenarnya tahu hal ini, namun semangatnya untuk mencari teman diskusi membuatnya jadi terisolasi dan nyaris tak diajak bicara oleh siapa-siapa.
|
Masjid Bung Karno di Bengkulu |
Namun bukan Bung Karno namanya jika menyerah dengan cepat. Ia akhirnya mendirikan masjid. Ia menarik banyak warga datang untuk bercakap-cakap masalah bangsa meski secara samar. Bung Karno mampu menyulut semangat kemerdekaan pada masyarakat dengan rapi. Bahkan Belanda tidak akan mengetahuinya.
Panggung Pertunjukan Sebagai Tonggak Ledakan Nasionalisme
Lama berselang, akhirnya warga Bengkulu mempercayai Bung Karno. Bahkan mereka menganggap sebagai seorang guru. Seorang cendekiawan yang dipersilakan mengajar Agama ke sekolah-sekolah. Tentu Bung Karno tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia yang haus akan dakwah mau melakukan apa saja meski secara sembunyi-sembunyi.
Untuk menarik pemuda, Bung Karno membuat sebuah grup pertunjukan bernama Monte Carlo. Di pertunjukan musik dan drama ini, Bung Karno menulis sendiri naskahnya. Ia memasukkan nilai-nilai sosial dan nasionalisme dengan cara yang indah. Belanda yang mengawasinya tak akan pernah tahu.
|
Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu |
Dari pertunjukan inilah semangat juang pemuda Bengkulu menjadi berapi-api. Hingga Bung Karno dinyatakan bebas di tahun 1942 dan memproklamasikan Indonesia di tahun 1945, pemuda di Bengkulu terus berjuang. Membela Indonesia yang merupakan harga mati.
Itulah kisah-kisah Bung Karno ketika berada di pengasingan. Dua pelajaran yang bisa kita petik dari kisah ini. Pertama, perjuangan harus dilakukan sekuat tenaga jika ingin memperoleh kesuksesan. Kedua, jika merasa tak kuat dan nyaris menyerah, menangislah, ceritakan keluh kesah kepada orang terkasih. Mereka akan membuat semangat juang kembali meluap lebih besar dari sebelumnya.
Dan Bagaimanakan dengan kita Sudahkah kita berjuang sekuat tenaga untuk negeri ini?